INTERAKSI
SOSIAL
1.
Pengertian
Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan
individu yang lain, dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu lain atau
sebaliknya. Dengan kata lain, ada hunbungan timbal balik antara individu satu dengan
induvidu yang lain.
Sedangkan
menurut H. Borner dalam bukunya, sosial psykologi yang dalam garis besarnya
berbunyi dalah seagai berikut : “interaksi sosial adalah hubungan antara satu
individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki kelakuan individu yang satu atau sebaliknya”. Rumusan
ini dengan tepat menggambarkan kelangsungan timbal-baliknya interaksi sosial
antara dua atau lebih manusia.
2.
Faktor-Faktor
Yang Memepengaruhi Interaksi Sosial
Kelangsunga
interaksi sosial ini, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi pada
dasarnya dapat kita beda-bedakan dalam beberapa faktor yang mendasarinya, baik
secara tunggal/individu atau bergabung/masyarakat. Menurut H. Borner faktor yang mempengaruhi interaksi sosial adalah sebagai
berikut :
A.
Faktor
Imitasi
Imitasi
adalah dorongan untuk meniru orang lain, imitasi itu sendiri bisa dalam bentuk
bahasa yang digunakan, mode pakaian, dan perilaku yang ditampilkan, cara
berjalan, cara memberi hormat, cara menyatakan terimakasi,cara menyatakan
kegirangan pada orang apabila bertemu dengan seorang kawan yang lama tidak
dijumpainya, cara-cara memberi isyarat tanpa berbicara dan lain-lain. Demikian
pula dengan adat-istiadat dan konvensi-konvensi lainnya, yang sangat
dipengaruhi imitasi sehingga karenanya terbentuknya tradisi-tradisi yang dapat
bertahan berabad-abad lamanya. Tentulah hal ini tidak hanya faktor-faktor
imitasilah yang memegang perannya tetapi juga struktur masyarakat dimana
tradisi itu dipertahankan. Selain itu, di lapangan individu dan perkembanga
kepribadian individu, imitasi mempunya peranya, sebap mengikuti satu contoh
yang baik itu dapat merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat
mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang
baik.
Peran
faktor imitasi dalam interaksi sosial seperti yang digambarkan diatas juga
mempunaya segi-segi yang negatif. Yaitu hal-hal yang diimitasi itu
mungkinlah salah atau pun secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila
contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi ini dapat menimbulkan
terjadi kesalahan kolektif yang menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi
tanpa
kritik, hal ini dapat menghambat
kebiasaan berfikir kritis. Dengan kata lain, adanya peranan imitasi dalam
interaksi sosial dapat memajukan gejala-gejala keebiasaan malas berfikir kritis
pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupanya.
Hal
ini juga telah di uraikan mengenai pendapat Gabriel Tarde, yang beranggapan bahwa seluru kehidupan sosial
itu sebenarnaya berdasarkan faktor imitasi saja. Walau pun pendapat ini
ternyata berat sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak
kecil. Imitasi bukan merupakan dasar pokok dalam semua interaksi sosial,
melainkan merupakan satu segi dari proses interaksi sosial, yang menerangkan
mengapa dan bagaiman dapat terjadi keseragaman dalam pandanga dan tingkah laku
diantara orang banyak. Dengan cara imitasi, pandangan seseorang mewujutkan
sikap-sikap, ide-ide, dan adat-istiadat dari satu keseluruhan kelompok masyarakat,
dan dengan demikian pula seseorang itu dapat lebih melebarkan dan meluaska
hubungan-hubungannya dengan orang-orang lain.
B.
Faktor
Sugesti
Sugesti
adalah pengaruh praktis,baik yang datang dari dalam diri dan dari luar/orang
lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritikan dari indivudu yang
bersangkutan.
Sugesti
dalam ilmu jiwa sosial, menurut W.A.
Gerungan dapat dirumuskan sebagai satu proses diaman seseoaran individu meneriam
satu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa
kritik terlebih dahulu. Sugesti itu sendiri dapat kita bagi menjadi
dua, yaitu : “outo sugesti (yaitu
sugesti yang berasal atau datang dalam diri sendiri) dan hetero sugesti (yaitu sugesti yang berasal dari orang lain).”
Syarat-syarat
terjadinya sugesti sebagai berikut :
1. Sugesti
karena hambatan brfikir
2. Sugesti
karena keadaan pikiran terpecah-pecah
3. Sugesti
karena otoritas
4. Sugesti
karena mayorotas
5. Sugesti
karena “will to believe”
B.1.
sugesti karena hambatan berfikir
Dalam proses sugesti
terajadi gejala bahwa orang dikenalinya mengambil oper pandangan-pandangan dari
orang lain tanpa memberi pertimbanga-pertimbangan kritik terlebih dahulu. Orang
yang terkena sugesti itu menelan saja apa yang di ajukan oleh orang lain. Hal
ini lebih muda terjadi apa bila ia,pada waktu terkena sugesti, berada dalam ketika
cara-cara berfikir kritis itu sudah dalam keadaan terhambat-hambat. Dalam hal
ini bisa terjadi misalnya, apabila orang itu sudah lelah berfikir, tetapi jika apabila proses berfikir secara itu di
kurangi dayanya karena sedang mengalami rangsangan-rangsangan
emosiaonal. Hal ini misalnya, terjadi pada jaman Hitler di Jerman, ketika orang-orang Nazi dapat menggunakan
kondisi-kondisinya yang dapat menimubulkan sugesti
massa. Mereka mengetahui benar-benar hal itu karena menggunakan segala
teknik untuk mempengaruhi massanya secara sugesti.
B.2.
Sugesti karena keadaan pikiran
terpecah-pecah (disosiasi)
Selain dari keadaan
ketika pikiran kita terhambat akibat kelelahan atau akibat rangsnagan emosional
sugesti itu mudah terjadi pada diri orang yang apabila ia mengalami disosiasi
dalam pikirannay, yaitu apabila pemikiran orang itu mengalami keadaan
terpecah-pecah belah. Hal ini dapat terjadi, misalnya, apa bila orang
bersangkutan bingung ketika di hadapkan dengan kesulitan hidup yang lebih
kopleks bagi daya penampungannya. Apabila orang, karena satu hal, menjadi
bingung, maka ia lebih muda terkena oleh sugesti orang yang lain yang
mengetahui jalan keluaranya dari kesuliatan-kesuliata yamg ia hadapi. Lapangan
sosial tempat sugesti itu memegang peran penting sekali ialah lapangan iklan dan reklame. Gegitu juag dengan
para tukan sulap, yang dengan mudah
ia lakukan sedemikian rupa sehingga perhatian orang terpecah
belah/terpecah-pecah terlebih dahulu.
B.3.
Sugesti karana otoritas atau pristise
Dalam hal ini
orang-orang yang cenderung menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu
apabila pandangan atau sikap tersebut dimiliki oleh orang-orang yang ahli dalam
lapangan/bidangnya, sehingga dapat dianggap sebagai otoritas pada bidang
tersebut atau pun dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai pristise sosial yang
tinggi. Hal ini di pergunakan pula pada lapangan/bidang propaganda, orang bayak
itu lebih cebderung untuk menerima satu ucapan apabila ucapan itu berasal dari
seorang ahli bidang masing-masing, memiliki pritise sosial dan dapat di
percaya.
B.4
. Sugesti karena mayoritas
Dalam
hal ini orang kerap cenderung akan menerima satu pandangan atau ucapan apabila
ucapan itu di dukung oleh mayoritas, oleh sebagian besar golongannya,
kelompoknya, atau masyarakatnya. Mereka cenderung untuk menerima pendapat itu
tanpa di timbang lebih lanjut, karena kalau kebenyakan sudah berpendapat
demikian, ia pun rela mengikuti penfapat tersebut.
B.5. Sugesti karena “will to belive”
Orang
yang akan di sugesti telah mendapat informasi yang searah. Sugesti justru
membuat sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangan-pandangan tertentu pada
orang-orang. Sehingga yang terjadi dalam sugesti itu ialah diterimanya satu
sikap-pandangan tertentu karena sikpa-pandangan itu sebenarnya suda terdapat
padanya, tetapi dalam keadaan terpendam. Dalam hal ini isi sugesti akan diterima
tanpa pertimbangan lebih lanjut karna ada pribadi orang yang bersangkutan sudah
terdapat suatu kesediaan untuk lebih
sadar dan yakin akan hal-hal yang di sugesti itu, yang sebenarnya sudah
tedapat padanya. Jenis sugesti macam ini dapat pula disebut sugesti karena will to belive atau sugesti karena keinginan untuk meyakini dirinya sendiri.
C.
Faktor
Identifikasi
Identifikasi alah
sebuah istilah dari psykologi Sigmund
Freud, menguraikannya mengenai seorang anak belajar norma-norma sosial dari
orang tuanya. Hal tersebut mulai pada ketika ia berusia kira-kira 5 tahun.
Dalam garis-garis besar anak itu belajar menyadari bahwa,dan ia pun
mempelajarinya, yaitu dengan dua cara utama : pertama, ia mempelajarinya karen didikan orang tuanya hal ini
disebut perbuatan baik dan hal-hal yang disebut pebuatan baik. Kedua, berdasarkan perasaan-perasaan
atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara
rasioanal. Jadi pada prinsipnya identifikasi
dalam psykologi merupaka dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang
lain. Identifikasi terdapat satu hubungan dimana yang satu menghormati dan
menjujun tinggi yang lain, dan ingin belajar dari padanyakarena yang alain itu
dianggap sebagai yang apaling ideal.
D.
Faktor
Simpati
Faktor lain yang
memegang peran penting dala intreaksi sosial ialah faktor simpati. Simpati dapat dirumuskan sebagai
perasaan tertariknya orang yang satu tehadap yang lain. Simpati timbul tidak
atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga pada proses identifikasi. Lawan
dari simpati adalah antipati. Simpati
menghubungkan orang yang satu dengan orang yang lain; sebaliknya perasaan antipati cenderung untuk
menghambat atua meniadaka sama skali pergaulan antar orang. Dalam perasaan
antipati orang yang satu tudak suka bergaul (menolak dalam perasaannyadengan
orang lain. Antara gejala identifikasi dan simpati itu sebenarnya sudah
berdekatan. Jadi, pada simpati dorongan
utamanya ialah ingin mengerti dan ingin
bekerja sama dengan orang lain, sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya adalah ingi engikuti jejak, ingin mencoba dan ingin belajar dari orang lain yang di anggapnya sebagi yang paling
ideal. Hubunga simpati menghendaki hubungan kerja sama antara dua, atau lebih,
orang yang setaraf. Hubungan identifikasi
hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yangalai berdasarka
sifat-sifat yang di kaguminya. Simppati bermaksut kerja sama, identifikasi bermaksud belajar.
E.
Introyeksi
Satu gejala yang lain,
yang berdasarka pula dengan simpati, ialah apa yang disebut introyeksi, satu istila yangberasal dari
pakar psykolog Freud seperti juga
istilah identifikasi. Gejala inrtoyeksi itu tidak begitu sering terjadi dalam pergaulan
sosial seperti faktor-faktor dasar lainnya sehingga tidak di sebut sebagi
faktor tersendiri. Lagi pula hubungannya dengan simpati sangat erat sekali.
Artinaya, introyeksi sebaiknya diterangkan terlebih dahulu dengan sebuah
contoh:
Introyeksi terjadi
dalam kondisi tertentu sesudah terbentuknya kerja sama antara dua atau lebih
orang berdasarkan simpati. Andaikata
terdapat dua orang yang sudah menaruh simpati dan suda bekerja sama beberapa
waktu. Sesudah itu, karena keadaan-keadaan tertentu, hubunga antara dua orang
tersebut harus di putuskan, entah karena pindah, atau ke tempat lain (luar
negri/daeran lain), atau karena meninggal dunia. Kejadain ini tetulah
menyedihkan kedua belah pihak karena ter hentinya kerja saama dan salin mengerti itu dan terhentinya
kemungkianan untuk meluaskan pandangan dan pribadi kedua-duanya. Walau pun
demikan, belum berarti bahwa sama sekali hubungan kedua orang itu di putuskan
sebab,apabila terjadi introyeksi dari
orang lai ke dalam dirinya sendiri, maka seakan-akan
hubungan simpati di antara mereka masi berjalan terus walau pun yang lai
sudah meninggal atau sakit payah, atau berada di tempat yang jauh.
Introyeksi
dalam
hal ini berarti bahwa jiwa dan keseluruhan cara bertungkah laku orang lain itu,
batin dan kegiatan khas orang lain itu, seakan-akan sedah menjadi darah-daging
orang pertama. Ia, orang yang mengintroyeksinya itu, seakan-akan mengandung
gambaran dari keseluruhan ciri, sikap, pandangan, dan tingkah laku dari orang
lain yng demikian “hidup” dalam
artinya, dan seakan-akan “berbicara” dalam
dirinya pada keadaan tertentu, seperti juga patner yang sebenarnya akan
berbicara dalam keadaan-keadaan serupa. Seakan-akan gambaran jiwa orang lain
senantiasa di kandungnya, dan dengan demikian hubunga tersebut masih ada.
Kejadian
intriyeksi itu tidak sering terjadi,
tetapi kalu terjadi, hal itu dapat berlangsung demikian mendalam sehingga
intryeksi itu bisa bertahan seumur hidup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar